Bushido (Kanji: 武士道 "tata cara ksatria") adalah sebuah kode etik keksatriaan golongan Samurai dalam feodalisme Jepang. Bushido berasal dari nilai-nilai moral samurai, paling sering menekankan beberapa kombinasi dari kesederhanaan, kesetiaan, penguasaan seni bela diri, dan kehormatan sampai mati.
Lahir dari Neo-Konfusianisme selama masa damai Tokugawa dan mengikuti teks Konfusianisme, Bushido juga dipengaruhi oleh Shinto dan Buddhisme Zen, yang memungkinkan adanya kekerasan dari samurai yang ditempa dengan kebijaksanaan dan ketenangan.
Samurai sendiri adalah sebuah strata sosial penting dalam tatanan masyarakat feodalisme Jepang. Secara resmi, Bushido dikumandangkan dalam bentuk etika sejak zaman Shogun Tokugawa.Biasanya para samurai dan Shogun rela mempartaruhkan nyawa demi itu, Jika gagal, ia akan melakukan seppuku (harakiri).Bushido sudah dilakukan pada saat Perang Dunia II, yaitu menjadi prajurit berani mati
secara harafiah artinya nilai ksatria adalah sebuah kode etik kepahlawanan golongan Samurai dalam feodalisme Jepang. Bushido berasal dari dua dasar kata, “Bushi” yang berarti kesatria dan “Do” yang berarti jalan/tata cara/kode etik. Kata “Bushi” dapat di bagi lagi menjadi kata “Bu” yang berarti untuk menghentikan, dimana definisi dari kata “Bu” ini adalah menghindari terjadinya kekerasan dan penggunaan senjata. Sementara kata “Shi” yang dapat diartikan sebagai seseorang yang mempunyai peringkat dengan cara belajar. Namun arti kata “Bushi” sepertinya untuk memberikan arti “setiap orang yang menjaga kedamaian baik secara diplomatis maupun dengan penggunaan senjata". Sehingga secara keseluruhan arti kata “Bushido” dapat berarti suatu jalan atau metode untuk menjaga perdamaian yang dilakukan secara diplomasi maupun menggunakan senjata. Bushido banyak mengadopsi nilai agama Budha, Shinto dan Konfusius.
Kode Bushido ditandai dengan tujuh kebajikan,Seorang ksatria harus paham betul tentang yang benar dan yang salah, dan berusaha keras melakukan yang benar dan menghindari yang salah. Dengan cara itulah bushido biasa hidup.Nilai ini sangat dijunjung tinggi dalam falsafah bushido, dan merupakan dasar bagi insan manusia untuk lebih mengerti tentang moral dan etika.
1. Yū (勇 – Keberanian) / Berani dalam menghadapi kesulitan.
Keberanian merupakan sebuah karakter dan sikap untuk bertahan demi prinsip kebenaran yang dipercayai meski mendapat berbagai tekanan dan kesulitan. Keberanian juga merupakan ciri para samurai, mereka siap dengan risiko apapun termasuk mempertaruhkan nyawa demi memperjuangkan keyakinan.
"Pastikan kau menempa diri dengan latihan seribu hari, dan mengasah diri dengan latihan selama ribuan hari". (Miyamoto Musashi)
Keberanian mereka tercermin dalam prinsipnya yang menganggap hidupnya tidak lebih berharga dari sebuah bulu. Namun demikian, keberanian samurai tidak membabibuta, melainkan dilandasi latihan yang keras dan penuh disiplin.
2. Jin (仁 – Kemurahan hati)
Bushido memiliki aspek keseimbangan antara maskulin (yin) dan feminin (yang). Jin mewakili sifat feminin yaitu mencintai. Meski berlatih ilmu pedang dan strategi berperang, para samurai harus memiliki sifat mencintai sesama, kasih sayang, dan peduli.
"Jadilah yang pertama dalam memaafkan."(Toyotomi Hideyoshi)
Kasih sayang dan kepedulian tidak hanya ditujukan pada atasan dan pimpinan namun pada kemanusiaan. Sikap ini harus tetap ditunjukan baik di siang hari yang terang benderang, maupun di kegelapan malam. Kemurahan hati juga ditunjukkan dalam hal memaafkan.
3. Rei (礼 – Menghormati) / Hormat kepada orang lain.
"Apakah kau sedang berjalan, berdiri diam, sedang duduk, atau sedang bersandar, di dalam perilaku dan sikapmulah kau membawa diri dengan cara yang benar-benar mencerminkan prajurit sejati. (Kode Etik Samurai)
Seorang Samurai tidak pernah bersikap kasar dan ceroboh, namun senantiasa menggunakan kode etiknya secara sempurna sepanjang waktu. Sikap santun dan hormat tidak saja ditujukan pada pimpinan dan orang tua, namun kepada tamu atau siap pun yang ditemui. Sikap santun meliputi cara duduk, berbicara, bahkan dalam memperlakukan benda ataupun senjata.
4. Makoto atau (信 – Shin Kejujuran) dan tulus-ikhlas / Bersikap Tulus dan Ikhlas.
"Samurai mengatakan apa yang mereka maksudkan, dan melakukan apa yang mereka katakan. Mereka membuat janji dan berani menepatinya." (Toyotomi Hideyoshi)
"Perkataan seorang samurai lebih kuat daripada besi." (Kode Etik Samurai)
Seorang Samurai senantiasa bersikap Jujur dan Tulus mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran. Para ksatria harus menjaga ucapannya dan selalu waspada tidak menggunjing, bahkan saat melihat atau mendengar hal-hal buruk tentang kolega.
5. Meiyo (名誉 – Kehormatan) / Menjaga kehormatan diri.
Bagi samurai cara menjaga kehormatan adalah dengan menjalankan kode bushido secara konsisten sepanjang waktu dan tidak menggunakan jalan pintas yang melanggar moralitas.
"Jika kau di depan publik, meski tidak bertugas, kau tidak boleh sembarangan bersantai. Lebih baik kau membaca, berlatih kaligrafi, mengkaji sejarah, atau tatakrama keprajuritan." (Kode Etik Samurai)
Seorang samurai memiliki harga diri yang tinggi, yang mereka jaga dengan cara perilaku terhormat. Salah satu cara mereka menjaga kehormatan adalah tidak menyia-nyiakan waktu dan menghindari perilaku yang tidak berguna.
6. Chūgo (忠義 – Loyal) / Menjaga Kesetiaan kepada satu pimpinan dan guru.
Kesetiaan ditunjukkan dengan dedikasi yang tinggi dalam melaksanakan tugas. Kesetiaan seorang ksatria tidak saja saat
pimpinannya dalam keadaan sukses dan berkembang.
"Seorang ksatria mempersembahkan seluruh hidupnya untuk melakukan pelayanan tugas." (Kode Etik Samurai)
Bahkan dalam keadaaan sukses dan berkembang.
"Seorang ksatria mempersembahkan seluruh hidupnya untuk melakukan pelayanan tugas." (Kode Etik Samurai)
*Photo: Makam ke 47 Ronin (ronin= samurai tak bertuan, kisah mereka pernah diangkat kedalam sebuah film dikarenakan keloyalan mereka pada tuan mereka yang sudah meninggal)*
Bahkan dalam keadaaan sesuatu yang tidak diharapkan terjadi, pimpinan mengalami banyak beban permasalahan, seorang ksatria tetap setia pada pimpinannya dan tidak meninggalkannya. Puncak kehormatan seorang samurai adalah mati dalam menjalankan tugas dan perjuangan.
7. Tei (悌 – Menghormati Orang Tua) / Menghormati orang tua dan rendah hati.
"Tak peduli seberapa banyak kau menanamkan loyalitas dan kewajiban keluarga di dalam hati, tanpa prilaku baik untuk mengekspresikan rasa hormat dan peduli pada pimpinan dan orang tua, maka kau tak bisa dikatakan sudah menghargai cara hidup samurai." (Kode Etik Samurai)
Samurai sangat menghormati dan peduli pada orang yang lebih tua baik orang tua sendiri, pimpinan, maupun para leluhurnya. Mereka harus memahami silsilah keluarga juga asal-usulnya. Mereka fokus melayani dan tidak memikirkan jiwa dan raganya pribadi.